Limapuluh Kota, Balaiwartawan.com- Mantan Anggota DPRD Kabupaten Lima Puluh Kota Muhammad Ridha Ilahi, S.pt sekaligus Penasehat LSM GIB Kab Lima Puluh Kota angkat bicara terkait korupsi pakain seragam sekolah di Dinas Kabupaten Limapuluh Kota
“Saya sangat menghormati proses penegakan hukum yang sedang berjalan saat ini dan menjunjung tinggi azas praduga tak bersalah namun sangat menyayangkan lambannya pegungkapan aktor yang melakoni sebagai dalang terjadinya kasus korupsi ini oleh Kejaksaan Payakumbuh, jangan sampai ada yang dikorbankan sebagai tumbal untuk melindungi aktor yang sesungguhnya,” ucapnya
“Bagaimana mungkin sebuah program kegiatan dengan anggaran besar ini hanya diselesaikan oleh satu orang PPTK saja? Di mana peran PPK sebagai penanggung jawab anggaran di Dinas Pendidikan? Apakah tidak ada komunikasi, konsultasi, dan pelaporan terkait pelaksanaan kegiatan oleh PPTK?” Tanya Ridha
Dia menyatakan bahwa itu merupakan rentetan peristiwa besar yang bisa dianggap sebagai TSM, dimulai dari pergeseran anggaran untuk pengadaan pakaian seragam sekolah yang sebelumnya diduga tidak ada atau tidak tertampung dalam APBD awal, dan yang ada hanya program kegiatan beasiswa, sebagaimana informasi yang berkembang di media online.
Selanjutnya dijelaskan bahwa pergeseran penjabaran APBD harus sesuai dengan prosedur dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Hal ini perlu mempertimbangkan dampak terhadap target kinerja, sasaran program, dan keluaran, serta manfaat dan dampak kegiatan. Pergeseran anggaran dapat dilakukan jika terdapat kebutuhan mendesak atau perubahan keadaan yang tidak terduga sebelumnya, seperti
– Keadaan darurat, seperti wabah penyakit atau bencana alam besar yang memerlukan penyesuaian anggaran.
– Perubahan prioritas pembangunan nasional atau daerah, seperti pergantian kepemimpinan kepala daerah yang memerlukan alokasi anggaran baru.
– Perubahan kebijakan pemerintah pusat yang harus segera dilaksanakan, seperti Instruksi Presiden tentang Efisiensi Penggunaan APBD.
– Proyeksi SILPA yang tidak tercapai atau melampaui.
Dengan demikian, pergeseran anggaran harus dilakukan dengan mempertimbangkan berbagai faktor dan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
“Apa sesungguhnya yang terjadi pada saat itu di tahun 2023? Apakah ada tercatat dalam risalah Pemda/DPRD?”
Meskipun pergeseran anggaran diizinkan menurut regulasi dan ditetapkan dengan Peraturan Bupati (Perbup), DPRD seharusnya mempertanyakan hal ini melalui pimpinan dalam menjalankan fungsi pengawasannya, terutama jika dokumen pergeseran tidak diserahkan. Sangat tidak mungkin seorang pejabat eselon 3 seperti Kabid/PPTK yang mengusulkan pergeseran program beasiswa menjadi pengadaan pakaian sekolah dengan perbedaan rekening dan nominal yang besar langsung disetujui oleh TAPD tanpa proses evaluasi yang ketat. Hal ini menimbulkan pertanyaan tentang transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan anggaran.
“Jika ini benar, patut diduga ada konspirasi dan ada perintah serta aktor yang bermain, siapakah dia?” Tanya Ridho
Hal ini diperkuat dengan adanya beberapa inisial nama yang kerap disebut dalam pemberitaan media online sebelumnya. Tahun 2023 yang bertepatan dengan menjelang tahun politik 2024, di mana terdapat Pemilihan Legislatif (Pileg) dan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada), juga patut menjadi perhatian. Dalam melihat kasus korupsi ini, logika hukum menuntut agar keseluruhan proses dan kronologi peristiwa sejak awal kasus ini terjadi diungkap secara menyeluruh.
“Mirisnya lagi, kita pernah mendengar ungkapan seorang pimpinan DPRD saat kampanye Pilkada 2024 yang menyatakan bahwa pelaksanaan APBD 2023 adalah yang paling brutal dan luar biasa.”
Dia berpendapat bahwa itu bukan lagi sekadar kecelakaan anggaran, melainkan suatu kebodohan yang terjadi saat itu. DPRD memiliki Hak Interpelasi untuk menjalankan tugas pengawasannya jika mengetahui pergeseran anggaran yang tidak sesuai ketentuan, namun hak ini tidak digunakan. Rangkaian kronologis kasus korupsi sangat dibutuhkan sebagai dalil hukum untuk mengungkap kasus besar ini.
Tedy Sutendi, SH., MH, Ketua Umum GIB, menyatakan keprihatinannya atas lambannya pengungkapan kasus korupsi seragam sekolah. “Kita menduga ada oknum kejaksaan yang terlibat dalam kasus ini. Oleh karena itu, kami mengingatkan Kejaksaan Negeri Payakumbuh yang baru untuk mengungkap pelaku intelektual di balik kasus ini. Jika hanya PPTK yang dijadikan tersangka, kami akan melakukan aksi demo di kantor Kejaksaan Negeri Payakumbuh.” Tegasnya. (Agus Suprianto)