Limapuluh Kota, Balaiwartwan.com – Bak membungkus nasi bungkus dengan daun pisang, harum di luar tapi isinya biasa-biasa saja, begitulah cara Kepala Dinas Kesehatan Limapuluh Kota, Yulia Masna, mengemas kinerjanya. Seakan-akan prestasi, padahal kalau ditilik lebih dalam, hanyalah hal lumrah yang diframing supaya indah didengar oleh Bupati Safni Sikumbang.
Fenomena ini ibarat pepatah Minang “barubah indak, batukuah lai” – kelihatan bersinar, tapi sejatinya tidak membawa perubahan berarti.
Klaim Jamban 92 Persen, Padahal Biasa Saja
Kadiskes dengan lantang mengklaim capaian jamban sehat di Limapuluh Kota sudah mencapai 92 persen. Tapi menurut data resmi Dinkes Sumbar, malah ada lima daerah di Sumbar yang sudah 100 persen Stop BABS: Sijunjung, Payakumbuh, Solok, Padang Panjang, dan Bukittinggi.
Artinya, Limapuluh Kota justru belum tuntas, malah tertinggal. Tapi, di tangan Kadiskes, angka 92 persen itu diframing jadi prestasi besar.
Padahal, program jamban ini bukan barang baru, melainkan bagian dari Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM), dengan lima pilar utama: Stop BABS, cuci tangan pakai sabun, pengelolaan air minum-makanan, pengelolaan sampah rumah tangga, dan limbah cair. Itu program nasional, bukan inovasi pribadi Kadiskes.
Klaim UHC, Padahal Hampir Semua Daerah Sudah
Begitu juga soal klaim capaian Universal Health Coverage (UHC). Yulia Masna menyebut Limapuluh Kota sudah masuk zona UHC.
Benar, tapi lagi-lagi bukan prestasi khusus. Sebab, menurut data November 2024, sudah ada 15 dari 19 kabupaten/kota di Sumbar yang mencapai predikat UHC, dengan rata-rata 95,63% penduduk tercover BPJS Kesehatan.
Artinya, Limapuluh Kota hanya ikut arus, bukan pionir. Tapi gaya Kadiskes, dibalut seolah capaian personal.
Klaim RS IKK Sarilamak, Padahal Program Lama yang Molor
Soal pembangunan RS IKK Sarilamak, Kadiskes juga mengklaim sudah ada capaian berupa pembelian tanah, dokumen Feasibility Study, Master Plan, sampai Amdal. Tahun 2026, katanya, sudah masuk penyusunan DED dan pembangunan fisik.
Tapi publik tahu, RS IKK Sarilamak adalah program unggulan sejak zaman Bupati Safaruddin Dt. Bandaro Rajo. Kenyataannya, sekarang baru sebatas tanah—yang kabarnya pun bermasalah. Malah, progres itu bisa disebut terlambat, bukan prestasi.
ABS untuk Bupati Baru yang Masih “Syok Culture”
Semua klaim ini ditengarai bukan sekadar laporan kerja, melainkan “ABS – Asal Bapak Senang”. Kadiskes pandai memainkan narasi agar Bupati Safni yang masih dalam fase “syok culture” sebagai pemimpin baru, merasa bangga dengan kinerja bawahannya.
Padahal, di balik layar, pelayanan dasar kesehatan di Limapuluh Kota masih banyak bolongnya.
Kasus Nyata: Emak Jalit di Tanjung Balik
Bukti paling pahit adalah meninggalnya Emak Jalit di Tanjung Balik. Ia meregang nyawa karena kelalaian pelayanan di Puskesmas setempat yang saat itu tidak standby dokter.
Tragedi ini menunjukkan bahwa pelayanan kesehatan dasar saja masih rapuh. Tapi alih-alih berbenah, Kadiskes malah sibuk menggembar-gemborkan klaim prestasi yang sesungguhnya biasa-biasa saja.
Publik Limapuluh Kota tentu berhak bertanya: prestasi siapa yang sebenarnya dibanggakan? Apakah benar capaian kesehatan sudah luar biasa, atau hanya narasi yang dibungkus indah untuk menyenangkan telinga Bupati?
Seperti pepatah Minang, “kok indak karano kain, nan lapuak ditampakan nan baru.” – kalau tidak karena bungkus, mungkin yang rusak sudah terlihat jelas. (Agus Suprianto)