Limapuluh Kota, Balaiwartawan.com – Suasana tegang menyelimuti Jorong Sungai Data, Landai, Nagari Harau, Kabupaten Limapuluh Kota. Gelombang protes warga semakin membesar, menyuarakan kekecewaan mendalam atas dugaan praktik mafia tanah yang merajalela, kerusakan lingkungan yang kian parah, dan yang terbaru, munculnya nama seorang “orang Cina” yang disebut-sebut memiliki peran sentral dalam konflik yang berkepanjangan ini. Aksi demonstrasi ini merupakan puncak dari akumulasi permasalahan yang dianggap telah merugikan hak-hak masyarakat adat secara sistematis dan mengancam kelestarian alam yang menjadi sumber kehidupan mereka.
Sembilan Poin Tuntutan yang Membara: Akar Konflik yang Menggema di Landai
Masyarakat Landai telah merumuskan sembilan poin tuntutan mendasar yang menjadi inti dari perjuangan mereka:
1. Transaksi Tanah Ilegal yang Mengangkangi Adat Nagari:
Masyarakat menyoroti praktik jual beli tanah yang diduga kuat telah melanggar ketentuan adat nagari yang selama ini menjadi pedoman dalam pengelolaan tanah ulayat. Tanpa adanya kepastian hukum yang jelas, musyawarah kaum seringkali diabaikan, saksi-saksi batas tidak dilibatkan, dan proses administrasi surat-surat tanah tidak diketahui oleh wali nagari serta Kerapatan Adat Nagari (KAN), lembaga adat tertinggi di Minangkabau.
2. Dampak Lingkungan Mengerikan Akibat Pembukaan Lahan Serampangan:
Aktivitas pembukaan lahan oleh pihak pengembang dituding sebagai penyebab utama terjadinya longsor yang mengancam keselamatan warga, kerusakan sistem drainase jalan yang mengakibatkan banjir, kerusakan irigasi yang mengganggu pasokan air ke sawah, serta pencemaran sumber air minum yang menjadi kebutuhan vital masyarakat sehari-hari.
3. Aspal Jalan Jadi Korban Keganasan Alat Berat:
Penggunaan alat berat yang melintas di atas jalan aspal tanpa mempertimbangkan kapasitas jalan semakin memperparah kerusakan infrastruktur yang sudah ada, menambah beban bagi pemerintah daerah dalam pemeliharaan jalan.
4. “STOP!” Aktivitas Lahan Sebelum Ada Kejelasan Hukum yang Sah:
Masyarakat dengan tegas menuntut penghentian total segala aktivitas pengerjaan lahan yang menggunakan alat berat hingga ada kejelasan hukum yang sah dan mengikat, sebagai bentuk perlindungan terhadap hak-hak masyarakat dan kelestarian lingkungan.
5. Keadilan Harus Ditegakkan untuk Korban Perampasan Tanah:
Masyarakat meminta agar kasus-kasus hukum yang menjerat warga yang berjuang mempertahankan hak atas tanah mereka ditinjau ulang secara seksama. Mereka menilai ada indikasi kriminalisasi terhadap warga yang menjadi korban perampasan hak tanah oleh pihak-pihak yang memiliki kekuatan ekonomi dan politik.
6. Tangkap dan Adili Para Mafia Tanah yang Merugikan Masyarakat:
Tuntutan paling keras dari masyarakat adalah penangkapan dan pengadilan terhadap para pelaku mafia tanah yang terlibat dalam praktik pemalsuan data, pengancaman, intimidasi, dan tindak pidana lainnya yang merugikan masyarakat Landai.
7. Hutan Lindung Jadi Korban Keserakahan?
Masyarakat meminta Dinas Kehutanan untuk melakukan investigasi mendalam dan meninjau ulang izin-izin lahan yang dijual dan diduga masuk dalam kawasan hutan lindung atau perhutanan sosial, sebagai upaya untuk menjaga kelestarian hutan dan mencegah kerusakan lingkungan yang lebih parah.
8. Praktik Sertifikat Ganda yang Meresahkan Masyarakat:
Praktik pengukuran ganda tanah yang sudah memiliki sertifikat oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN) semakin menambah daftar masalah yang dihadapi masyarakat. Hal ini menimbulkan ketidakpastian hukum dan membuka peluang terjadinya konflik horizontal di tengah masyarakat.
9. Keresahan Akibat Masuknya Pendatang Ilegal:
Masyarakat merasa resah dengan banyaknya tenaga kerja dari luar daerah yang masuk tanpa izin resmi ke jorong (dusun) mereka. Hal ini menimbulkan kekhawatiran akan terjadinya perubahan sosial dan budaya yang dapat mengganggu ketertiban dan keamanan masyarakat setempat.
Amarah Warga Memuncak: Teriakan Keadilan Menggema di Bumi Landai!
“Kami tidak akan tinggal diam! Hak-hak kami dirampas, lingkungan kami dirusak! Kami akan terus berjuang sampai keadilan ditegakkan di bumi Landai!” teriak salah seorang tokoh masyarakat Landai dengan nada berapi-api, membakar semangat para demonstran yang hadir.
Aksi protes ini semakin meningkatkan tensi di Landai. Aparat keamanan уang menjaga lokasi Pengadilan Negeri Tanjung Pati untuk mencegah terjadinya bentrokan antara warga dengan pihak-pihak yang berkepentingan.
Terungkapnya Dugaan Keterlibatan “Orang Cina” dan Peran Oknum Kuat
Kasus sengketa lahan yang telah lama menghantui masyarakat Landai ini kembali mencuat dengan babak baru yang mengejutkan. Adril, seorang pengacara yang telah menangani kasus ini sejak tahun 2021, mengungkapkan adanya dugaan keterlibatan seorang “orang Cina” yang disebut-sebut memiliki peran sentral dalam pusaran konflik ini.
Dalam keterangannya kepada awak media, Adril menjelaskan bahwa kasus ini bermula dari laporan polisi yang dibuat oleh seorang kameramen yang mengawal pihak lawan. Namun, laporan tersebut dinilai tidak lengkap dan tidak mencerminkan fakta yang sebenarnya di lapangan.
“Saat kami melakukan pembuktian kepemilikan lahan, ternyata memang milik kami secara sah. Namun, pihak lawan terus melakukan penggarapan secara ilegal, seolah-olah mereka memiliki hak atas lahan tersebut,” ujar Adril.
Adril juga menyoroti adanya lima bukti yang dibuat oleh pihak lawan dalam bentuk segel, yang kemudian dinyatakan tidak sah secara hukum oleh hakim yang memeriksa perkara ini. Ia mengilustrasikan kasus ini seperti mana pihak lawan mencoba mengklaim kepemilikan lahan yang bukan miliknya sama sekali.
“Ada indikasi kuat bahwa ada orang-orang yang memiliki kekuatan besar yang berada di belakang pihak lawan, yang selama ini tidak tersentuh oleh hukum. Mereka seolah-olah kebal hukum dan dapat melakukan apa saja tanpa ada yang berani mengusik,” tegas Adril.
Lebih lanjut, Adril mengungkapkan bahwa pihaknya telah melaporkan kasus ini ke kepolisian, bahkan saat hendak mengajukan permohonan eksekusi untuk mengembalikan hak atas tanah kepada kliennya. Ia menjelaskan bahwa lahan yang didaftarkan seluas 50 hektar, namun yang diperkarakan hanya 7 hektar yang digarap di bagian tengah.
“Pengadilan sudah mengeluarkan putusan yang menyatakan bahwa batas utara, barat, timur, dan selatan lahan tersebut adalah milik penggugat. Namun, pihak lawan tetap tidak bergeming dan terus melakukan aktivitas penggarapan secara ilegal,” sesal Adril
Membongkar Peran “Orang Cina” dalam Konflik Lahan di Landai
Adril menegaskan bahwa saat ini fokus utamanya adalah membongkar peran “orang Cina” yang diduga memiliki peran penting dalam konflik lahan di Landai. Ia mengaku memiliki informasi yang mendalam dan telah merasakan langsung dampak dari kasus ini terhadap kehidupan masyarakat Landai.
“Saya harus kejar ‘orang Cina’ ini sampai dapat. Kebetulan, sumando (saudara ipar) saya juga mengenalnya, meskipun saya sendiri belum pernah bertemu langsung dengannya. Namun, saya yakin bahwa dia memiliki peran penting sebab terjadi nya kisruh di Landai ini, yang membuat keluarga Dt pucuak pesukuan Pitopang masuk dalam penahanan Hakim.
Adril juga menyinggung adanya upaya untuk “memasukkan” orang Cina tersebut dalam proses persidangan, dengan harapan agar ia dapat mempertanggungjawabkan perbuatannya dan memberikan keadilan bagi masyarakat Landai yang telah menjadi korban.
Polisi Terkesan Tidak Mengindahkan Laporan Masyarakat?
Adril juga menyoroti respons kepolisian yang dinilai kurang responsif terhadap laporan yang telah diajukannya. Ia bahkan mengaku sempat berselisih dengan Kapolsek dan Wakapolsek terkait penanganan kasus ini.
“Jangankan seorang pengacara seperti saya, polisi pun seolah-olah tidak diiyakan ketika berhadapan dengan kekuatan besar yang berada di belakang pihak lawan,” keluh Adril
Adril menduga bahwa kurangnya kekuatan atau pengaruh yang dimiliki pihaknya menjadi penyebab kasus ini berlarut-larut tanpa ada penyelesaian yang jelas. Ia juga mengungkapkan kekecewaannya karena setiap kali melaporkan kasus ini ke pihak kepolisian, justru pihaknya yang terkena masalah dan menjadi bulan-bulanan.
“Perkara yang kami laporkan pertama kali baru selesai pada tahun 2025 ini, setelah hampir empat tahun lamanya. Bahkan, dalam bulan ini, ada dua orang lagi yang akan diperiksa oleh pihak kepolisian terkait kasus ini,” ungkap Adril
Kasus ini semakin menarik perhatian publik, dengan munculnya dugaan keterlibatan “orang Cina” dan oknum-oknum kuat yang berada di belakangnya. Masyarakat berharap agar kasus ini dapat segera diselesaikan secara adil dan transparan, serta memberikan keadilan yang seadil-adilnya bagi pihak-pihak yang telah dirugikan. (Agus Suprianto)