Payakumbuh, Balaiwartawan.com — Pertumbuhan ekonomi bukan sekadar angka statistik ia merupakan denyut nadi kehidupan masyarakat sekaligus cermin keberhasilan pembangunan. Di Sumatera Barat, dua wilayah bertetangga, Kabupaten Lima Puluh Kota dan Kota Payakumbuh, menunjukkan dinamika pemulihan ekonomi pasca pandemi yang unik dan berbeda.
Lima Puluh Kota, dengan perekonomian yang sangat bergantung pada sektor agraris, mencatat pertumbuhan ekonomi sebesar 4,55 persen pada 2023, meningkat dari 4,02 persen pada tahun sebelumnya. Sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan menyumbang lebih dari 31 persen Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), menjadi tumpuan utama perekonomian daerah. Namun, ketergantungan pada sektor primer tersebut juga memperlihatkan kerentanan terhadap fluktuasi harga, ketidakpastian iklim, serta terbatasnya diversifikasi sektor jasa dan industri.
Pemerintah daerah menjawab tantangan tersebut melalui strategi “Sakato” yang mendorong pengembangan UMKM, pariwisata, serta pembangunan infrastruktur sebagai pilar penopang baru.
Menurut Yudi Tamrin, “Pembangunan di daerah ini tidak bisa dilepaskan dari peran ninik mamak sebagai penjaga adat dan tanah ulayat. Mereka adalah garda terdepan yang memastikan pembangunan berjalan sesuai dengan kearifan lokal dan nilai luhur Minangkabau.”
“Kolaborasi intensif antara kepala daerah dengan Kerapatan Adat Nagari (KAN) dan Lembaga Kerapatan Adat Alam Minangkabau (LKAAM) adalah kunci keberhasilan pembangunan yang berkelanjutan dan berakar kuat.” ucapnya.
Sementara itu, di Kota Payakumbuh, pertumbuhan ekonomi mencapai 4,70 persen pada tahun 2023, sedikit melampaui rata-rata provinsi sebesar 4,62 persen. Perekonomian kota ini didominasi oleh sektor perdagangan, jasa, dan industri kecil yang semakin berkembang, didukung oleh semangat kewirausahaan dan ekonomi kreatif. Pendapatan per kapita warga kota mencapai Rp 62,02 juta per tahun, menandakan peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Yudi Tamrin menegaskan, “Payakumbuh harus terus memperkuat daya saing dan inovasi agar tidak tertinggal dalam persaingan Nasional. Digitalisasi serta pengembangan industri bernilai tambah harus menjadi fokus utama ke depan.” ujarnya
Jika ditarik benang merah, Lima Puluh Kota merepresentasikan kekuatan alam dan tradisi agraris, sementara Payakumbuh menjadi pusat dinamika urban dan kreativitas. Walaupun berbeda, keduanya tengah berjuang menyeimbangkan pembangunan modern dengan kearifan tradisional pasca pandemi.
“Momentumnya sangat tepat karena kepemimpinan baru membuka peluang besar untuk bersinergi. Kita harus keluar dari politik kepentingan sempit dan membangun birokrasi yang transparan serta akuntabel. Pembangunan sejati adalah ketika kemajuan ekonomi benar-benar dirasakan oleh masyarakat, mulai dari ladang, rumah, hingga ke sekolah. Bersama ninik mamak dan institusi adat, kita akan menjaga Ranah Minang agar terus maju tanpa melupakan akar budaya yang telah lama menjadi pondasi,” ujar Yudi Tamrin.
Ia juga mengingatkan, “Birokrasi mesti sigap, dengan data yang akurat dan transparan, karena tanpa itu kebijakan hanya akan jadi tebakan, bukan solusi. Ingat, ini menyangkut masa depan masyarakat banyak, bukan soal pangkat, kursi, atau jabatan yang sementara.”
Pembangunan sejati adalah ketika kemajuan tidak hanya tercatat di angka, tetapi terasa nyata di meja makan rakyat, di pendidikan anak-anak, dan di harapan masa depan setiap keluarga. (Junaidi Sikumbang)