Limapuluh Kota, Balaiwartawan.com– Di tengah hijaunya sawah dan sejuknya udara Situjuah Limo Nagari, sebuah kisah pilu mencuat dan menyentuh nurani banyak orang. Zahira, seorang siswi berusia 15 tahun, bukan hanya dikenal sebagai Ketua OSIS dan Juara Umum di SMPN 1 Situjuah, tetapi juga sebagai seorang anak yang gigih memperjuangkan nasib ibunya. Permohonan Zahira agar sang ibu, Nur Amira (37), tidak dideportasi ke Malaysia, viral di media sosial dan akhirnya sampai ke telinga Bupati Limapuluh Kota, H.Safni Sikumbang.
Sore itu hari yang tak terlupakan bagi Zahira. Bupati Safni, didampingi Sekretaris Fraksi Golkar DPRD Limapuluh Kota, M. Fajar Rillah Vesky, serta sejumlah pejabat terkait, sengaja datang menemui Zahira di Situjuah. Kehadiran Kaban Kesbangpol Elsiwa Fajri, Kepala DP2AP3KB Wilda Reflita, Camat Rummelia, Kepala SMPN 1 Situjuah Andri, Pj Wali Nagari Situjuah Batua Emil Novri Ihsan, perangkat nagari, dan tim P2ATP Limapuluh Kota, menunjukkan keseriusan pemerintah daerah dalam menangani masalah ini, Selasa 30/9/2025.
Lebih dari sekadar memberikan dukungan moral, Bupati Safni ingin memahami langsung duduk perkara yang dialami Zahira dan ibunya. Dengan berlinang air mata, Zahira menceritakan latar belakang keluarganya. Menurutnya, Nur Amira telah berada di Indonesia sejak usia 7 tahun, mengikuti neneknya (bunya) yang bernama Nur Aini. Kini, Nur Aini tinggal di sebuah panti jompo di Singapura, setelah dideportasi dari Indonesia pada tahun 2024.
Kisah Nur Aini sendiri tak kalah memilukan. Ia datang ke Indonesia pada era 1980-an, menikah dengan seorang pria asal Tambago, Koto Nan Gadang, Payakumbuh. Sejak itu, Nur Aini dan anaknya, Nur Amira, nyaris tak pernah kembali ke Malaysia. Nur Amira tumbuh dewasa dan menikah di Payakumbuh dengan Syafri, pria asal Nan Kodok, Koto Nan Gadang. Sayangnya, pernikahan mereka kandas.
Nur Amira, yang pernah memiliki KTP Payakumbuh, resmi bercerai dengan Syafri di Pengadilan Agama Payakumbuh. Zahira menunjukkan salinan akta cerai, KTP, dan Kartu Keluarga Payakumbuh milik ibunya kepada Bupati Safni. Sejak perceraian itu, Zahira mengaku tak pernah lagi bertemu ayahnya. “Zahira hanya tinggal dengan Mama. Zahira tak punya saudara dan siapa-siapa di sini pak,” lirih Zahira
Zahira mengenang masa kecilnya yang berpindah-pindah. Ia pernah tinggal di Tambago Payakumbuh, bersekolah di TK Padang Kaduduak, lalu ikut ibunya bekerja di pabrik kertas telur di Batu Payuang, Lareh Sago Halaban, Limapuluh Kota. “Karena Mama bekerja di Batu Payuang, saya sekolah di SD Negeri 01 Batu Payuang. Setelah tamat SD, pabrik tutup, Mama pindah ke Situjuah dan saya sekolah di sini,” tutur Zahira.
Pada tahun 2024, Nur Amira dideportasi ke Malaysia karena dianggap masih berkewarganegaraan Malaysia. Namun, setibanya di Malaysia, Nur Amira justru dideportasi kembali ke Indonesia. Nenek Zahira, Nur Aini, juga mengalami nasib serupa dan dideportasi ke Singapura. Setelah deportasi itu, dokumen kependudukan Nur Amira (KTP dan KK) yang mencantumkan nama Zahira, diblokir oleh Disdukcapil Payakumbuh.
Dalam proses pengurusan pembukaan blokir dokumen tersebut, Nur Amira mendatangi Kantor Imigrasi Agam di Baso. Namun, ia justru diamankan karena adanya laporan dari masyarakat terkait keberadaan warga negara asing. Kini, Zahira hanya bisa berharap ibunya tidak dideportasi.
Mendengar kisah Zahira, Bupati Safni langsung mengambil tindakan. Ia meminta Badan Kesbangpol Limapuluh Kota berkoordinasi dengan Disdukcapil Payakumbuh, serta berkoordinasi dengan Kantor Imigrasi Agam dan Pemko Payakumbuh. Jika memungkinkan, atas nama kemanusiaan, Bupati Safni siap memberikan jaminan agar ibu dan anak ini tidak dipisahkan. “Kita akan koordinasikan ini ke Imigrasi Agam. Jika perlu, kita datang ke sana bersama Wali Kota Payakumbuh untuk ikut memberi jaminan,” tegas Safni.
Bupati Safni mengaku tersentuh dengan kisah Zahira, karena ia sendiri pernah merantau di Malaysia selama hampir 10 tahun. Ia memahami betul bagaimana perasaan seseorang yang hidup tanpa identitas yang jelas. “Memisahkan ibu dan anak itu sangat menyakitkan,” ujarnya.
Bupati Safni juga berpesan agar Zahira tetap semangat belajar di SMPN 1 Situjuah. Karena Zahira berprestasi dan berasal dari keluarga kurang mampu, Bupati Safni meminta Pj Wali Nagari Situjuah Batua dan pihak sekolah mengajukan permohonan beasiswa ke Baznas Limapuluh Kota.
Sementara itu, Nur Amira telah mendapatkan bantuan hukum dari LBH Padang. Fadhilla Putri, warga Situjuah Batua yang memberikan tempat tinggal bagi Zahira dan ibunya, berharap agar status kewarganegaraan Nur Amira diperjelas dan ibu-anak ini tidak dipisahkan.
M. Fajar Rillah Vesky menambahkan, P2TP2A Sumatera Barat, Kota Payakumbuh, dan Kabupaten Limapuluh Kota, diharapkan turun tangan mendampingi Zahira yang menghadapi masalah ibu kandung nya. Ia juga meminta Imigrasi Agam mempertimbangkan UU Perlindungan Anak dan UU Adminduk dalam kasus ini, serta meminta Disdukcapil Payakumbuh membuka blokir status kependudukan Zahira. “Zahira adalah warga negara Indonesia yang tercatat dalam dokumen kependudukan. Seharusnya, status kewarganegaraannya tidak ikut diblokir,” tegas Fajar.
Kisah Zahira dan Nur Amira adalah potret buram tentang masalah administrasi kependudukan yang berdampak besar pada kehidupan seseorang. Semoga, dengan perhatian dan tindakan cepat dari berbagai pihak, keadilan dan solusi terbaik dapat ditemukan untuk ibu dan anak ini. (Agus Suprianto)