Dampak Bencana Alam 27 November 2025 terhadap Pendidikan di Sumatera Barat

Dampak Bencana Alam 27 November 2025 terhadap Pendidikan di Sumatera Barat

Penulis : Zuraida

Mahasiswi Pasca Sarjana UIN Sjech Djamil Jambek Bukittinggi Prodi Manajemen Pendidikan

Pada akhir November 2025, Sumatera Barat dilanda bencana hidrometeorologi hujan ekstrem, banjir bandang, tanah longsor, dan angin kencang yang menyebabkan banyak daerah terdampak. Akibatnya, tidak hanya rumah warga dan infrastruktur umum rusak, tetapi juga sektor pendidikan ikut terguncang.

Menurut data dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikdasmen), di Sumbar terdapat 314 sekolah terdampak bencana. Ini mencakup berbagai jenjang: PAUD, SD, SMP, SMA, SMK hingga SLB.

Penundaan & Pergeseran Sistem Pembelajaran

Menanggapi kondisi darurat, pemerintah daerah dan provinsi mengambil langkah cepat:

 Pemerintah Provinsi menerbitkan surat edaran: seluruh pembelajaran tatap muka dihentikan sementara dan dialihkan ke pembelajaran jarak jauh (PJJ) dari 27–29 November 2025.

 Di beberapa kabupaten/kota:

o Kabupaten Agam meliburkan semua siswa PAUD, SD, dan SMP selama 27–29 November 2025. Guru/pengajar diminta menyampaikan materi dari rumah lewat Zoom, video, atau metode lain.

o Kabupaten Pasaman juga memutuskan menghentikan KBM tatap muka, menggantinya dengan PJJ. Kepala sekolah diberikan kewenangan menyesuaikan metode berdasarkan kondisi di tiap wilayah.

o Di Kota Padang, seluruh jenjang pendidikan (PAUD hingga SMP) diliburkan sementara, digantikan belajar daring melalui WA, LMS, Google Classroom atau media lain. Kepala sekolah juga diingatkan agar tidak membebani siswa, mengingat kondisi darurat.

Langkah-langkah ini diambil untuk menjaga keselamatan siswa, guru, dan tenaga pendidikan, mengingat risiko cuaca ekstrem, banjir, longsor, dan potensi bencana susulan.

Kerusakan Fisik pada Sekolah & Dampak terhadap Aktivitas Belajar

Tidak semua sekolah bisa dengan mudah dialihkan ke PJJ. Banyak sekolah terdampak parah rusak berat atau sedang akibat banjir dan longsor.

Rusaknya bangunan sekolah, fasilitas, dan akses menuju sekolah menyebabkan:

 Ketidakmungkinan untuk menggelar tatap muka bahkan setelah masa libur darurat usai;

 Beberapa sekolah menjadi tidak layak pakai, menuntut perbaikan sebelum bisa kembali difungsikan;

 Banyak siswa dan guru yang rumahnya terdampak artinya sulit untuk mengikuti PJJ secara optimal: akses listrik, internet, atau tempat belajar mungkin tak memadai;

 Dalam situasi ekstrem, sekolah bisa digunakan sebagai lokasi pengungsian korban bencana membuat proses belajar tidak bisa berjalan.

Karena itu, bukan hanya proses belajar tertunda, tetapi hak belajar murid bisa terganggu dalam jangka waktu yang tidak singkat.

Krisis Pendidikan & Kesenjangan: Ancaman Jangka Menengah–Panjang

Dampak yang terjadi bukan sekadar sementara ada potensi efek jangka panjang bagi siswa, guru, dan komunitas pendidikan:

 “Learning loss” siswa bisa kehilangan waktu belajar, materi terkunci, interaksi dengan guru terputus, apalagi bagi mereka yang keterbatasan akses daring.

 Ketimpangan pendidikan makin melebar siswa dari keluarga mampu dan daerah dengan infrastruktur memadai mungkin bisa mengejar materi lewat PJJ, tapi mereka di daerah parah terdampak bisa tertinggal jauh.

 Tekanan psikososial bencana membawa trauma, kehilangan rumah atau anggota keluarga, stres karena pemulihan; hal ini bisa mempengaruhi konsentrasi belajar dan motivasi.

 Kerusakan kapasitas pendidikan dengan banyak sekolah rusak, rehabilitasi memakan waktu: artinya layanan pendidikan di beberapa wilayah bisa terganggu untuk waktu lama, terutama jika tidak ada pengganti atau sekolah darurat.

 Kesulitan bagi guru & tenaga pendidik guru tidak hanya kehilangan tempat mengajar, tetapi juga bisa terdampak secara pribadi (rumah/keluarga); menyiapkan materi daring dalam kondisi darurat bukan hal mudah.

Respons & Upaya Pemulihan: Tantangan dan Harapan

Melihat skala kerusakan 1.009 sekolah terdampak di Sumatra (termasuk 314 di Sumbar) pemerintah pusat melalui Kemendikdasmen berencana membantu pemulihan.

Beberapa rencana dan rekomendasi mengemuka:

 Penyediaan ruang kelas darurat (tenda darurat) dan “school kit” untuk siswa agar pendidikan bisa berlanjut meski sekolah belum bisa dipakai.

 Keputusan fleksibel di tingkat sekolah, agar kepala sekolah bisa memutuskan penyesuaian kegiatan pembelajaran (tatap muka / daring / kombinasi) berdasarkan kondisi di lapangan.

 Pemulihan dan rehabilitasi fasilitas sekolah yang rusak sebagai prioritas agar layanan pendidikan bisa normal kembali.

Namun, perlu diingat: rehabilitasi memerlukan anggaran besar dan waktu panjang. Beberapa pihak menyuarakan perlunya kebijakan “pendidikan darurat” agar hak belajar anak-anak tetap terpenuhi meski infrastuktur belum pulih.

Penutup: Memulihkan Pendidikan di Tengah Krisis

Bencana 27 November 2025 di Sumatera Barat bukan cuma soal rumah dan jalan yang rusak, tetapi juga ujian besar bagi sistem pendidikan. Ribuan siswa terhenti pendidikannya, puluhan atau ratusan sekolah rusak, akses belajar terganggu, dan masa depan pendidikan generasi muda ikut terancam.

Untuk itu, respon cepat, komprehensif, dan sensitif terhadap kondisi lokal sangat dibutuhkan, dari pemerintah, sekolah, guru, keluarga, hingga masyarakat luas. Dengan upaya bersama: rehabilitasi fasilitas, langkah darurat pendidikan, dukungan psikososial, dan sistem belajar fleksibel pendidikan di Sumbar masih bisa bangkit kembali. Red

 

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *