Jan Nampak Bana Gembel Pemprov: Rapat Wali Nagari Se-Sumbar Minta Sedekah Ke APBNagari

Padang, Balaiwartawan.com – Pemerintah Provinsi Sumatera Barat (Pemprov Sumbar) kembali menuai sorotan terkait kebijakan anggaran. Melalui Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD), Pemprov Sumbar secara resmi mengirimkan surat edaran kepada seluruh Kepala Dinas PMD Kabupaten/Kota se-Sumbar terkait pelaksanaan Rapat Kerja Forum Wali Nagari dan Kepala Desa se-Sumbar. Namun, ironisnya, biaya pelaksanaan rapat tersebut justru dibebankan kepada Anggaran Pendapatan dan Belanja Nagari (APBNagari).

 Rapat yang dijadwalkan berlangsung pada 29 September hingga 1 Oktober 2025 di Axana Hotel Padang ini, bertujuan untuk menyikapi kebijakan Lokus Penggunaan Dana Desa Tahun 2026 serta kesiapan nagari dan desa dalam mendukung program ketahanan pangan dan program pembiayaan Koperasi Desa Merah Putih.

 Dalam surat bernomor 414.25/2/2/DPMD.PN-2025 yang ditandatangani oleh Kepala Dinas DPMD, Yogi Ardhi Pratama Putra, S.Hut., M.Si, disebutkan bahwa kegiatan rapat kerja ini dilaksanakan sebagai tindak lanjut dari Peraturan Menteri Desa dan Peraturan Daerah tentang Pembiayaan Koperasi Desa Merah Putih. Namun, yang menjadi perhatian publik adalah permintaan dalam surat tersebut yang meminta bantuan untuk mengutus 20 wali nagari/kepala desa sebagai peserta, dengan catatan bahwa “biaya yang ditimbulkan dengan adanya kegiatan ini dibebankan kepada APB Desa/Nagari masing-masing peserta.”

 Permintaan ini menimbulkan pertanyaan besar, terutama di tengah upaya efisiensi anggaran yang sedang digalakkan oleh pemerintah pusat. Bagaimana mungkin dalam situasi penghematan anggaran, biaya rapat kerja sebesar Rp900 ribu per peserta harus dibebankan kepada APBNagari yang notabene memiliki keterbatasan dana.

 Kondisi ini menimbulkan kekhawatiran di kalangan wali nagari dan kepala desa yang selama ini mengandalkan dana desa untuk membiayai berbagai program pembangunan dan pelayanan masyarakat di wilayahnya. Beban tambahan untuk mengikuti rapat kerja penting ini dikhawatirkan akan mengganggu pelaksanaan program prioritas di nagari masing-masing.

 Para pengamat pemerintahan wali nagari dan desa menilai bahwa kebijakan membebankan biaya kegiatan yang seharusnya menjadi tanggung jawab pemerintah provinsi ini sebagai langkah yang kurang tepat dan berpotensi menimbulkan ketimpangan dalam pelaksanaan pembangunan nagari/desa.

 “Rapat kerja adalah kegiatan strategis yang harus didukung penuh oleh pemerintah Provinsi, agar Wali Nagari dan kepala desa dapat berpartisipasi secara optimal tanpa terbebani biaya,” ujar seorang pengamat pemerintahan desa yang enggan disebutkan namanya.

 Meskipun diperbolehkan secara aturan, kondisi ini berpotensi memperlemah semangat dan kinerja wali nagari dalam menjalankan tugasnya sebagai ujung tombak pemerintahan di tingkat bawah. Jika wali nagari harus mengeluarkan dana pribadi atau menggunakan dana desa untuk membayar biaya rapat kerja, maka efektivitas kegiatan tersebut dan hasil yang diharapkan bisa berkurang.

 Sebagai langkah ke depan, diharapkan pemerintah provinsi dapat mengevaluasi kebijakan ini dan mencari solusi yang lebih adil dan berkeadilan, misalnya dengan mengalokasikan anggaran khusus untuk kegiatan strategis seperti rapat kerja forum wali nagari dan kepala desa ini. Dengan demikian, wali nagari dan kepala desa dapat fokus pada peningkatan kapasitas dan pelayanan kepada masyarakat tanpa harus terbebani biaya yang tidak seharusnya.

 Keterbukaan, akuntabilitas, dan dukungan penuh dari pemerintah provinsi sangat dibutuhkan untuk memastikan bahwa pembangunan nagari dan desa di Sumatera Barat dapat berjalan dengan baik, efisien, dan berkelanjutan. Rapat kerja ini semestinya menjadi momentum untuk memperkuat sinergi dan kolaborasi, bukan menjadi beban tambahan bagi pelaku pemerintahan di tingkat bawah.

 Hingga berita ini dinaikkan, belum ada pernyataan resmi dari Pemerintah Provinsi Sumatera Barat maupun Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Sumbar selaku panitia Rapat Forum Wali Nagari dan Kepala Desa Se-Sumbar ini. Terkait kritik dan sorotan atas kebijakan pembebanan biaya rapat kerja ini, masyarakat dan para peserta rapat menunggu transparansi dan klarifikasi yang jelas agar tidak terjadi kesalahpahaman dan kerugian bagi pihak-pihak yang terlibat. (Agus Suprianto)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *