Lima Puluh Kota, Balaiwartawan.com – Kontroversi besar melanda kunjungan Kepala Dinas Pertanian dan Bupati Lima Puluh Kota ke India, yang kini menjadi sorotan tajam masyarakat, penggiat pertanian, dan akademisi. Kunjungan yang dimaksudkan untuk memperjuangkan nasib petani dan pengembangan komoditas gambir ini dianggap gagal memberikan dampak nyata.
Koordinator aksi unjuk rasa pada 27 Oktober 2025, Danes, menyebut bahwa Dinas Pertanian tidak menunjukkan kesiapan memadai dalam menyusun agenda kunjungan berpotensi strategis tersebut. “Kami mengharapkan kunjungan ini menjadi tonggak penting, tapi persiapannya malah terkesan setengah hati dan tidak mendalam,” tegas Danes. Ia pun mengecam pembodohan terhadap masyarakat dan menuntut bukti nyata daripada euforia yang menghabiskan uang negara.
Momen pertemuan di India semestinya menjadi panggung bagi peningkatan nilai ekspor gambir, komoditas unggulan daerah ini. Namun, materi yang dibawa delegasi dipandang tidak representatif karena bersifat umum tanpa analisis mendalam terkait tantangan riil petani, seperti fluktuasi harga, kualitas produk, dan akses pasar internasional yang terhambat.
Tokoh masyarakat yang ikut dalam aksi pada bulan Oktober lalu menilai kegagalan ini akibat lemahnya kapasitas manajerial dan kurangnya pemahaman teknis pimpinan Dinas Pertanian terhadap persoalan dan strategi kebijakan. “Bagaimana pimpinan dinas bisa membawa keberhasilan kalau dia sendiri tidak mengerti substansi yang diperjuangkan? Ini soal komitmen terhadap petani, bukan sekadar formalitas,” ujar seorang tokoh yang enggan disebut namanya.
Direktur PT Salimbado Jaya Indonesia, Tito, yang juga eksportir gambir, menegaskan kegagalan ini bukan masalah administratif semata. “Kadis Pertanian Witra terlihat tidak memahami proses dan data kritis yang dibutuhkan. Persiapan ke India terkesan asal jadi dan tanpa penelitian. Akibatnya, peluang besar untuk memperluas jaringan bisnis dan dukungan teknis sangat terbuang sia-sia,” ungkap Tito.
Aktivis petani gambir dan akademisi lokal juga mengecam buruknya koordinasi antara pemerintah daerah dan masyarakat. Seorang dosen ekonomi pertanian di Universitas Negeri Sumatera Barat menilai pemerintah sering mengklaim memperjuangkan petani, namun tak pernah menggali persoalan mendalam di lapangan. “Jika kondisi seperti ini terus dibiarkan, petani akan terus menjadi korban harga murah dan kurangnya teknologi. Pemerintah wajib melakukan evaluasi dan perbaikan segera,” tegasnya.
Masyarakat petani gambir bahkan menuntut Bupati Lima Puluh Kota mencopot Kadis Pertanian karena dianggap gagal mencari solusi atas berbagai masalah agraris, termasuk harga gambir dan pasokan pupuk.
Kritik Pedas Mantan Wakil Bupati Ferizal Ridwan
Mantan Wakil Bupati Lima Puluh Kota, Ferizal Ridwan, menyoroti kunjungan ke India sebagai langkah yang terlalu terburu-buru dan didorong oleh nafsu perjalanan dinas. Ia mengatakan, “Banyak persiapan penting yang harus dilakukan, mulai dari kajian strategis, regulasi pendukung, hingga survei masalah, yang tampaknya tidak diperhatikan.”
Ferizal juga menambahkan bahwa perencanaan seperti pendanaan dan seleksi peserta harus berdasarkan rencana matang dan anggaran jelas karena menggunakan dana APBD. Pengalaman dua dekade menunjukkan banyak rencana serupa gagal membawa hasil maksimal. Ia juga menyinggung proyek pengembangan tembakau untuk pasar Malaysia yang sampai sekarang belum berwujud nyata.
“Saya berharap perjalanan ini bukan sekadar agenda biro perjalanan. Bupati wajib mensosialisasikan hasil dan target yang sudah dicapai serta perbaikan regulasi yang sudah maupun akan dilakukan,” ujar Ferizal.
Isu ini terus menjadi sorotan utama, mengingat harga gambir dan pengelolaan sektor pertanian menentukan kesejahteraan masyarakat di Lima Puluh Kota. Transparansi, akuntabilitas, dan keberhasilan implementasi kebijakan tetap menjadi harapan dan tuntutan publik. (Agus Suprianto)






