“Orang Bayaran WNI Etnis Cina” Guncang DPRD Limapuluh Kota, Masyarakat Harau Siap Bertumpah Darah Lawan Kezaliman.

LIMAPULUH KOTA, Balaiwartawan.com-Kabupaten Limapuluh Kota kembali dikejutkan dengan kabar yang membuat darah masyarakat Jorong Sungai Data Landai Nagari Harau mendidih. Diduga kuat, sekelompok orang yang disebut sebagai “orang bayaran WNI Etnis Cina” menyusup ke gedung DPRD 50 Kota pada Senin, 29 September 2025, dengan misi memutarbalikkan fakta terkait sengketa lahan di Jorong Sungai Data Landai.

Informasi ini bagai bom waktu yang meledak, memicu amarah dan kekecewaan mendalam di tengah masyarakat. Kehadiran “orang bayaran WNI Etnis Cina” ini dianggap sebagai bentuk provokasi dan penghinaan terhadap perjuangan masyarakat Landai yang selama ini berjuang mempertahankan hak atas tanah leluhur mereka.

“Ini sudah keterlaluan, mereka pikir dengan menyewa ‘orang bayaran’, mereka bisa mengubah fakta dan memenangkan sengketa ini??

Kami tidak akan tinggal diam, kami siap bertumpah darah melawan kezaliman ini!” Ucap seorang tokoh masyarakat Landai

Belum ada informasi detail mengenai identitas “orang bayaran WNI Etnis Cina” tersebut, maupun pihak-pihak yang diduga berada di belakangnya. Namun, kehadiran kelompok ini di DPRD telah menimbulkan spekulasi liar dan memperkeruh suasana yang sudah panas.

Masyarakat menuntut DPRD Kabupaten Limapuluh Kota untuk segera bertindak tegas dan mengusut tuntas kasus ini. Mereka meminta agar DPRD tidak terpengaruh oleh intervensi dari pihak manapun, dan tetap berpegang pada kebenaran dan keadilan dalam menyelesaikan sengketa lahan di Landai.

“Kami berharap DPRD tidak mudah percaya dengan informasi yang disebarkan oleh ‘orang bayaran WNI Etnis Cina’ itu. DPRD harus mendengarkan suara hati masyarakat yang datang pada 26 September 2025 yang lalu,” ujar seorang warga Landai

Tragedi Tukang Kampo Gambir: Bukti Kekejaman Sengketa Lahan Landai

Di tengah memanasnya situasi, kisah pilu seorang tukang kampo gambir (petani gambir) kembali mencuat ke permukaan. Ia mengalami perlakuan tidak manusiawi ketika hendak pulang dari ladang menuju rumahnya. Hanya karena melintasi tanah yang diklaim milik seorang “orang Cina”, ia dipaksa memutar balik, membuat perjalanannya menjadi berlipat ganda dan menyengsarakan dirinya.

Ini salah satu kisah yang memberikan tamparan keras bagi nurani kemanusiaan. Bagaimana mungkin di era modern ini, seseorang dihalangi untuk pulang ke rumahnya sendiri hanya karena lahan tersebut sudah di beli “orang WNI etnis Cina”. Kejadian ini semakin membuktikan betapa kejam dan tidak berperikemanusiaannya konflik lahan di Landai Nagari Harau.

“Saya sangat sedih dan marah mendengar cerita ini. Bagaimana mungkin seorang petani yang sudah lelah bekerja seharian harus dipaksa memutar balik hanya karena melintasi tanah yang diklaim milik ‘orang WNI etnis Cina’? Ini sudah melampaui batas!” ujar seorang tokoh masyarakat Landai

Menurut penuturan korban, yang enggan disebutkan namanya, ia biasa menempuh perjalanan selama satu jam dari ladang gambir menuju rumahnya dengan melintasi tanah tersebut. Namun, sejak tanah itu diklaim milik “orang WNI etnis Cina”, ia tidak diperbolehkan lagi melintas dan harus mencari jalan alternatif yang memakan waktu hingga tiga jam.

“Saya sangat lelah dan kecewa. Saya hanya ingin pulang ke rumah setelah seharian bekerja keras. Tapi, kenapa saya harus diperlakukan seperti ini? Apa salah saya?” keluh tukang kampo gambir tersebut dengan nada sedih.

Kejadian ini bukan hanya sekadar persoalan individu tetapi cerminan dari ketidakadilan yang merajalela di Landai. Masyarakat merasa hak-hak mereka telah dirampas, kebebasan mereka dikekang, dan kemanusiaan mereka diinjak-injak.

Masyarakat Landai menuntut keadilan ditegakkan. Mereka mendesak pihak-pihak terkait, termasuk pemerintah daerah dan aparat penegak hukum untuk bertindak tegas dan menghentikan segala bentuk intimidasi dan perlakuan tidak manusiawi terhadap masyarakat.

“Kami tidak akan tinggal diam. Kami akan terus berjuang hingga hak-hak kami dikembalikan dan keadilan ditegakkan. Kami tidak akan membiarkan siapapun memperlakukan kami seperti binatang”, tegas seorang warga Landai.

Kasus ini menjadi bukti nyata betapa mendesaknya penyelesaian sengketa lahan di Landai. Pemerintah daerah dan DPRD Kabupaten Limapuluh Kota harus segera mengambil langkah-langkah konkret untuk menyelesaikan konflik ini secara adil dan berkeadilan, demi mengembalikan kedamaian dan kesejahteraan masyarakat Landai.

Masyarakat menanti tindakan nyata dari para pemimpin dan wakil rakyat. Mereka berharap para pemimpin dan wakil rakyat dapat menggunakan segala kewenangan yang dimiliki untuk melindungi hak-hak masyarakat, menegakkan keadilan, dan menghentikan segala bentuk penindasan.

Waktu terus berjalan. Keadilan tak boleh ditunda. Masyarakat Landai tak akan menyerah hingga kebenaran terungkap dan keadilan ditegakkan. Mereka percaya, di atas langit masih ada langit. Dan keadilan Ilahi akan selalu menemukan jalannya.

Kasus ini menjadi ujian berat bagi integritas DPRD Kabupaten Limapuluh Kota. Mampukah mereka membuktikan diri sebagai wakil rakyat yang sejati, yang berpihak pada kebenaran dan keadilan? Ataukah mereka akan tunduk pada tekanan dan intervensi dari pihak-pihak yang berkepentingan? Waktu yang akan menjawab. (Agus Suprianto).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *